Hasil dari Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berlangsung di Jakarta mengejutkan banyak pihak. Penetapan Muhammad Mardiono sebagai Ketua Umum terpilih telah menimbulkan kontroversi dan penolakan dari sebagian peserta kongres.
Kongres yang berlangsung pada 27 September tersebut diwarnai dengan ketegangan. Ketua Majelis PPP, Muhammad Romahurmuziy atau yang akrab disapa Rommy, menolak klaim Mardiono atas posisinya sebagai ketua umum untuk periode 2025-2030.
Kekacauan dalam Proses Pemilihan di Muktamar X PPP
Selama muktamar berlangsung, situasi menjadi semakin tidak stabil. Rommy menyatakan bahwa Muktamar ke-10 PPP justru belum menetapkan ketua umum hingga hari berikutnya, 28 September. Ia menganggap proses tersebut tidak sah dan menuntut agar pemilihan diulang.
Sementara itu, Pimpinan Sidang Muktamar X PPP, Amir Uskara, meyakinkan bahwa proses penetapan Mardiono sudah sesuai dengan aturan. Ia merujuk ke anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD ART) partai yang memperbolehkan pemilihan ketua umum dalam keadaan tertentu.
Mardiono sendiri mengaku siap menjalankan tanggung jawab ini dan merespons dengan positif semua dukungan yang diberikan kepada dirinya. Dia menyatakan prinsipnya untuk siap menghadapi apapun hasil dari Muktamar tersebut.
Perselisihan atas Dasar Hukum Pemilihan
Perdebatan mengenai sahnya pemilihan ini berpusat pada ketentuan dalam AD ART. Pasal 11 menyebutkan bahwa calon ketua umum harus hadir pada saat muktamar. Rommy mempertanyakan keabsahan Mardiono sebagai calon karena merasa proses tersebut dilakukan secara tergesa-gesa.
Dalam konteks ini, Mardiono menyebutkan bahwa situasi yang dihadapi saat itu dianggap darurat sehingga mempercepat pengambilan keputusan merupakan langkah yang perlu diambil. Ini pun menuai kritik dari beberapa kalangan yang melihat ini sebagai manipulasi prosedur.
Rommy menegaskan bahwa meski ada ketentuan untuk prosedur yang dianggap darurat, namun bukan berarti keputusan itu harus diambil secara sembrono.
Tanggapan Mardiono dan Reaksi Anggota Partai
Mardiono mengatakan bahwa sejak awal dia sudah melihat potensi masalah yang bisa terjadi di muktamar. Dengan pengalamannya, dia bersikap optimis bahwa keputusan yang diambil sudah tepat. Tentu saja ini bertolak belakang dengan pandangan banyak anggota partai lain yang merasa proses tersebut tidak transparan.
Beberapa anggota PPP mulai mengeluarkan suara protes terkait pengambilan keputusan yang dianggap mendiskreditkan proses demokrasi di dalam partai. Keresahan tentang perpecahan di dalam tubuh partai semakin menguat seiring dengan meningkatnya protes dari berbagai faksi.
Dalam keterangan pers, Mardiono berusaha meredam ketegangan dengan menekankan pentingnya persatuan dalam menghadapi situasi sulit. Dia menjelaskan bahwa semua keputusan diambil dengan mempertimbangkan kepentingan bersama untuk masa depan partai.