Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, menimbulkan kontroversi besar setelah melaksanakan ibadah umrah di tengah bencana banjir dan longsor yang melanda wilayahnya. Bencana ini telah mempengaruhi 11 kecamatan, menyebabkan banyak warga mengungsi dan kehilangan harta benda mereka.
Surat ketidaksanggupan penanganan tanggap darurat yang ia terbitkan sebelum keberangkatannya semakin menambah tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Aktivitasnya yang tampak tidak sensitif terhadap kondisi darurat tersebut menciptakan gelombang kecaman dari berbagai pihak.
Setelah surat dengan nomor 360/1315/2025 diterbitkan pada 27 November, Mirwan memutuskan untuk pergi umrah pada 2 Desember. Keputusan ini menjadi sorotan, terutama karena banyak warga yang masih tinggal di tenda pengungsian.
Banyak yang menganggap tindakan tersebut sebagai bentuk kepemimpinan yang lemah. Saat situasi darurat masih berlangsung, tindakan seorang pemimpin seharusnya lebih memperhatikan masyarakat yang menderita akibat bencana.
Aksi Kontroversial Bupati Aceh Selatan di Tengah Bencana
Reaksi publik terhadap keberangkatan Bupati Aceh Selatan sangat terang dan bernada negatif. Salah satu warga bernama Nasrol menyatakan meskipun air banjir sudah mulai surut, banyak masyarakat yang masih mengungsi dan memerlukan perhatian. “Airnya sudah surut. Tapi pengungsi masih ada,” ujarnya.
Pernyataan Nasrol tersebut mengonfirmasi bahwa meskipun kondisi fisik mungkin mulai membaik, dampak sosial dan psikologis dari bencana masih sangat terasa. Hal ini menunjukkan pentingnya kehadiran pemimpin di tengah kesulitan.
Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Aceh Selatan, Denny Saputra, membela tindakan Bupati, mengklaim bahwa keberangkatan itu dilakukan setelah situasi dianggap stabil. “Keberangkatan Bupati Aceh Selatan, tentunya setelah melihat situasi dan kondisi,” ujarnya, menjelaskan latar belakang keputusan tersebut.
Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah keputusan tersebut berdasarkan penilaian yang objektif. Kewajiban seorang pemimpin untuk berada bersama warganya menjadi pertanyaan mendasar di tengah berbagai argumentasi yang muncul.
Penanggulangan Bencana yang Tak Memadai di Aceh Selatan
Walaupun Bupati Mirwan menjelaskan telah melakukan tinjauan ke lokasi-lokasi terdampak, banyak orang yang meragukannya. Dalam situasi seperti ini, kehadiran pemimpin yang lebih proaktif sangat penting untuk menunjukkan solidaritas dan komitmen terhadap masyarakat.
Denny Saputra juga mengklaim bahwa Bupati sudah mengirimkan bantuan ke lokasi terdampak sebelum berangkat. Namun, pertanyaan tetap muncul: mengapa keputusan untuk umrah tetap diambil ketika wilayah masih menghadapi krisis serius.
Ada pendapat bahwa tanggap darurat tidak hanya sekadar mengirimkan bantuan logistik, tetapi juga memberikan dukungan moral kepada masyarakat yang menderita. Kehadiran pemimpin yang memperhatikan situasi secara langsung dapat membantu mengurangi rasa cemas di kalangan warga.
Dalam konteks ini, kepemimpinan yang efektif seharusnya lebih menyoroti keterlibatan emosional dan fisik. Hal ini mengindikasikan bahwa situasi darurat memerlukan lebih dari sekadar langkah administratif, tetapi juga tindakan nyata di lapangan.
Bantahan dan Penolakan atas Permohonan Izin Umrah
Dalam peristiwa lain, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dinyatakan telah menolak permohonan izin umrah dari Bupati Mirwan. Surat izin yang diajukan kepada Gubernur, awalnya tidak dipenuhi, karena mempertimbangkan keadaan darurat yang tengah melanda.
Keputusan ini patut diapresiasi, karena menunjukkan bahwa ada sistem kontrol yang berfungsi dalam pemerintahan. Gubernur menegaskan status tanggap darurat yang telah ditetapkan akibat dampak banjir dan longsor.
Penolakan Mualem menunjukkan komitmen terhadap tanggung jawab pemerintah dalam menangani bencana. Namun, keputusan Bupati untuk tetap melaksanakan umrah menimbulkan kontradiksi yang lebih besar dalam isu kepemimpinan dan tanggung jawab sosial.
Pernyataan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, juga menyiratkan bahwa tindakan Bupati tidak sejalan dengan harapan publik dan tanggung jawab yang seharusnya dimiliki seorang pemimpin. Ini menambah sorotan publik terhadap kepemimpinan di Aceh Selatan.
Akibat Politik dari Keputusan Bupati di Tengah Bencana
Belum reda kontroversi tersebut, Sekjen Partai Gerindra, Sugiono, mengungkapkan keputusan untuk mencopot Mirwan dari posisi Ketua DPC Gerindra. Keberangkatan Bupati dalam situasi seperti ini dianggap tidak pantas dan merugikan citra partai.
Partai politik berwenang memberikan sanksi kepada anggotanya jika dianggap tidak memenuhi standard kepemimpinan yang diharapkan. Sugiono juga mencatat bahwa tindakan tersebut menjadi pelajaran bagi pemimpin lain untuk lebih peka terhadap keadaan yang dihadapi daerah mereka.
Tindakan ini menunjukkan bahwa masalah kepemimpinan tidak hanya berpengaruh pada individu, tetapi juga memiliki dampak luas terhadap politik di daerah tersebut. Di tengah krisis, harapan masyarakat akan pemimpin yang tanggap dan bertanggung jawab adalah yang utama.
Situasi ini tentunya menjadi pelajaran berharga bagi para pemimpin lainnya, agar lebih mempertimbangkan keputusan penting terutama saat menghadapi kondisi darurat. Transformasi dalam pola pikir pemimpin sangat dibutuhkan untuk mewujudkan kepemimpinan yang lebih bertanggung jawab.




