DPR RI sedang bersiap untuk melakukan rapat paripurna yang diharapkan dapat mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang pada tanggal yang telah ditentukan. Rapat ini diharapkan menjadi langkah penting dalam pembaruan hukum pidana di Indonesia, mengingat RKUHAP telah tertunda selama bertahun-tahun.
Pimpinan DPR, Cucun Ahmad Syamsurizal, menegaskan bahwa segala persiapan telah dilakukan. Di kompleks parlemen, Cucun menjelaskan bahwa pengesahan RKUHAP telah dibahas dalam rapat pimpinan sebelumnya dan siap untuk dilanjutkan dalam rapat paripurna mendatang.
Pada tingkat pertama, pengesahan RKUHAP berhasil mendapatkan kesepakatan untuk dibawa ke paripurna. Hal ini menandakan adanya dukungan yang kuat dari kalangan legislatif untuk menjalankan reformasi hukum yang sudah lama dinantikan.
Hasil Rapat Kesepakatan oleh Panitia Kerja RKUHAP
Pada sesi rapat pengambilan keputusan tingkat pertama di Komisi III DPR, Panitia Kerja RKUHAP berhasil menyepakati agar RUU ini dibawa ke paripurna. Dalam rapat tersebut, juga hadir perwakilan dari pemerintah, seperti Menteri Sekretaris Negara dan Wakil Menteri Hukum.
Kesepakatan ini mencerminkan soliditas antar fraksi di DPR. Seluruh fraksi dalam Komisi III sepakat untuk mempercepat proses pengesahan, dengan pertimbangan bahwa RKUHAP diperlukan untuk memperbarui sistem hukum acara pidana yang ada.
Usia RKUHAP yang kini mencapai 44 tahun menjadikannya perlu untuk direvisi. Pembaruan ini tidak hanya penting dari segi hukum, tetapi juga untuk memastikan hak-hak tersangka dan terdakwa terlindungi secara maksimal dalam setiap aspek hukum pidana.
Perubahan Penting dalam RKUHAP yang Diusulkan
Terdapat sejumlah substansi krusial dalam revisi RKUHAP yang diusulkan. Beberapa di antaranya mencakup penyesuaian terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, serta perbaikan dalam kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut
Revisian ini juga mencakup penguatan hak-hak tersangka dan terdakwa. Salah satu hal yang menjadi perhatian utama adalah peran advokat yang diharapkan semakin diperkuat dalam sistem hukum yang baru.
Pada rapat tersebut, Ketua Komisi III DPR resmi meminta persetujuan untuk melanjutkan naskah RKUHAP pada pembicaraan tingkat dua. Tanggapan positif dari peserta rapat menunjukkan dukungan yang signifikan untuk proses ini.
Tanggapan dan Keberatan dari Koalisi Masyarakat Sipil
Sementara itu, koalisi masyarakat sipil menyampaikan keberatan terkait RKUHAP dan merasa perlu untuk bersuara. Pada konferensi pers yang diadakan, mereka menilai bahwa proses pembahasan RKUHAP masih terdapat berbagai cacat, baik secara hukum maupun substansi.
Koalisi ini juga meminta Presiden Republik Indonesia untuk menghentikan proses pembahasan tersebut. Mereka merasa bahwa legislator belum mengakomodasi masukan dari masyarakat sipil secara memadai.
Masalah yang disoroti oleh koalisi mencakup proses rapat yang berlangsung pada 12-13 November lalu. Mereka mengklaim bahwa banyak dari masukan yang mereka berikan tidak tercermin dengan benar dalam pasal-pasal yang diusulkan pemerintah dan DPR.
Dengan situasi ini, koalisi menyatakan bahwa rapat tersebut bagian dari usaha menyesatkan untuk menunjukkan bahwa masukan dari masyarakat telah diakomodasi. Namun, mereka menemukan kenyataan yang berbeda.
Koalisi juga mengingatkan bahwa pembahasan RKUHAP berlangsung dengan sangat cepat. Mereka menilai tidak ada perubahan substansial yang terjadi pada draf terbaru dibandingkan draf sebelumnya.




