Kejaksaan Negeri Medan telah mengambil langkah serius dengan menetapkan tiga individu sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang terkait dengan kegiatan yang dikenal sebagai Medan Fashion Festival 2024. Dalam performa yang mengejutkan, korupsi ini diestimasi merugikan negara sebesar Rp1,13 miliar, suatu jumlah yang signifikan dan mencuri perhatian publik.
Kasus ini melibatkan dua kepala dinas di pemerintah kota Medan, serta seorang rekanan yang terafiliasi dengan penyelenggaraan festival tersebut. Penetapan tersangka ini menunjukkan komitmen Kejaksaan untuk membersihkan praktik korupsi yang menyita perhatian masyarakat.
Kepala Kejari Medan, Fajar Syah Putra, mengkonfirmasi bahwa tersangka termasuk Benny Iskandar Nasution, yang menjabat sebagai Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan, dan Erwin Saleh, Kepala Dinas Perhubungan Medan. Seorang pihak ketiga, yang dikenal dengan inisial MH, juga ditetapkan sebagai tersangka.
Detail Pengadaan dan Alur Kasus Korupsi Yang Terjadi
Medan Fashion Festival 2024 diadakan di Hotel Santika Dyandra dengan alokasi anggaran mencapai Rp4,8 miliar. Namun, audit dari Inspektorat Kota Medan menunjukkan adanya kerugian sebesar Rp1,132 miliar dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
Audit ini menangkap sejumlah pelanggaran serius, termasuk pengeluaran dana yang tidak sesuai prosedur dan pembayaran tunai tanpa dokumentasi yang jelas. Bahkan, tersisa utang kepada pihak hotel sebesar Rp70 juta yang mencerminkan ketidakberesan dalam manajemen keuangan proyek tersebut.
Penyidik menemukan pola yang mencurigakan dalam mekanisme pelaksanaan yang telah diubah, di mana kedua kepala dinas tersebut mengesampingkan prosedur standar pengadaan untuk menunjuk langsung CV Global Mandiri sebagai rekanan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai akuntabilitas dan transparansi.
Proses Hukum dan Status Tersangka
Dari hasil penyidikan, kedua kepala dinas yaitu Benny Iskandar Nasution dan Erwin Saleh teridentifikasi telah melakukan pelanggaran serius masing-masing dalam kapasitas mereka sebagai pengguna anggaran dan pejabat penanggung jawab kegiatan. Hal ini mengindikasikan kolaborasi yang tidak sehat dalam proyek tersebut.
Benny dan MH kini telah ditahan oleh pihak penyidik, sementara Erwin Saleh masih melawan panggilan untuk dihadirkan, dengan alasan kesehatan. Penanganan kasus ini adalah contoh nyata dari prosedur hukum yang berlaku dalam upaya memerangi korupsi.
Ketiga tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 serta Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Ini menunjukkan bahwa kejahatan yang dilakukan tidak hanya merugikan negara, tetapi juga melanggar hukum yang berlaku.
Langkah Selanjutnya dalam Penanganan Kasus Ini
Keberlanjutan penyidikan akan melibatkan pemanggilan saksi-saksi lain, termasuk pihak vendor yang terlibat dari luar daerah. Fajar Syah menegaskan bahwa penyidikan ini akan terus dikembangkan untuk mengungkap kebenaran yang lebih dalam terkait dengan praktek korupsi ini.
Kasus ini menciptakan atmosfir yang mendorong masyarakat untuk lebih aktif berpartisipasi dalam melaporkan praktik korupsi. Dengan demikian, diharapkan ke depannya proses pengawasan dan pengelolaan anggaran akan semakin transparan.
Harapan untuk penanganan kasus ini bukan hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Kesadaran hukum perlu ditingkatkan di antara semua pihak yang berkepentingan, terutama yang terlibat dalam pengelolaan anggaran.




