Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sedang menghadapi tantangan serius terkait Rancangan Undang-Undang yang diajukan. Mereka menilai bahwa pembahasan ini mencakup cacat formil dan materiil yang dapat berimplikasi luas dalam praktik hukum di Indonesia.
Koalisi tersebut mendesak Presiden dan DPR untuk menunda proses pembahasan dan membawa RUU ini ke tingkat diskusi yang lebih mendalam. Mereka berpendapat bahwa hal ini sangat penting untuk memastikan keadilan dan perlindungan hak-hak asasi manusia di tanah air.
“Kami mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan yang tergesa-gesa ini,” kata Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Arif Maulana, dalam sebuah konferensi pers. Dia menekankan bahwa substansi RUU yang ada saat ini masih jauh dari harapan untuk perbaikan sistem hukum di Indonesia.
Pentingnya RUU KUHAP dan Kendala yang Dihadapi
RUU KUHAP menjadi sorotan karena dampaknya yang luas terhadap sistem peradilan. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pihak yang mengkritik perlunya reformasi untuk menjamin hak-hak tersangka dan terdakwa. Namun, proses pembahasan saat ini diragukan kejujurannya akibat kurangnya keterlibatan publik.
Koalisi menyoroti bahwa pembahasan yang sangat singkat dan tidak substantif dapat menghasilkan regulasi yang tidak menyelesaikan isu-isu mendasar. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang niat sesungguhnya di balik dalih reformasi hukum.
Selain itu, komposisi Panitia Kerja yang membahas RUU ini juga menjadi perhatian. Ada kekhawatiran bahwa masukan dari koalisi masyarakat sipil tidak dipertimbangkan dengan serius dalam proses ini.
Isu Penyidikan dan Penahanan yang Memerlukan Perhatian Khusus
Salah satu poin penting yang diangkat oleh koalisi adalah praktik penangkapan dan penahanan yang dilakukan secara asal-asalan. Terutama dalam konteks demonstrasi, munculnya berbagai laporan yang menunjukkan penyalahgunaan kewenangan memang patut dicemaskan.
Warga negara berhak atas perlindungan dari tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum. RUU KUHAP yang baru diharapkan mampu menjadi payung hukum yang kuat untuk mencegah kejadian semacam itu berkembang di masa depan.
Adanya metode penyelidikan baru yang melibatkan operasi ‘undercover buy’ dan ‘controlled delivery’ juga dipertanyakan. Kewenangan ini yang sebelumnya ada batasan, kini disebutkan akan berlaku untuk semua jenis tindak pidana tanpa pengawasan hakim.
Peluang Risiko Tindak Pidana dan Penyalahgunaan Kewenangan
Potensi risiko yang muncul dari RUU ini sangat besar. Kewenangan yang luas tanpa pengawasan dapat mengakibatkan kemungkinan adanya penjebakan oleh pihak-pihak tertentu. Ini akan menjadi bumerang bagi sistem peradilan dan mengancam hak asasi manusia.
Kemudahan untuk menangkap, menggeledah, dan melakukan penyadapan juga menjadi sorotan. Proses hukum yang adil dan transparan sangat diinginkan, dan hal ini tidak dapat dicapai jika RUU tersebut tetap dipaksakan.
Koalisi merasa perlu mengeluarkan somasi terbuka sebagai respons terhadap situasi ini. Mereka meminta kepada Presiden dan DPR untuk memperhatikan suara masyarakat yang menolak pendekatan ini.
Rekomendasi untuk Perbaikan RUU KUHAP yang Lebih Baik
Di tengah berbagai masalah yang diarahkan, koalisi mengajukan beberapa rekomendasi untuk perbaikan substansi RUU. Salah satunya adalah perlunya pembenahan terhadap draft saat ini agar lebih mengutamakan prinsip-prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.
Mereka juga meminta DPR untuk membuka informasi terkait draft RUU KUHAP terakhir yang telah dibahas. Transparansi akan memberikan ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan yang lebih konstruktif.
Pemerintah dan DPR juga diharapkan tidak terburu-buru dalam melakukan pengesahan. Penting untuk kembali mengevaluasi dan menyusun ulang konsep yang memperkuat pengawasan yudisial dan mekanisme check and balance dalam sistem hukum Indonesia.




