Evaluasi terhadap pelaksanaan program Makanan Bergizi (MBG) mengungkapkan sejumlah masalah fundamental yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya. Tiga isu utama yang disoroti adalah buruknya pemahaman tentang gizi dan pangan, struktur kepemimpinan yang keliru, serta eksklusi dari pihak sekolah dan partisipasi masyarakat sipil.
Kendala ini sangat terkait satu sama lain, dan jika tidak segera diatasi, dampaknya akan berlanjut ke generasi mendatang. Pemenuhan kebutuhan gizi anak-anak kita sangat penting untuk investasi masa depan bangsa.
Setiap anak berhak mendapatkan yang terbaik dalam hal gizi dan nutrisi. Ketidakpahaman mengenai pentingnya makanan bergizi dapat mengakibatkan masalah kesehatan jangka panjang yang sulit untuk diatasi.
Menggali Permasalahan dalam Pemahaman Gizi dan Pangan di Masyarakat
Ubaid mengungkapkan bahwa pemahaman masyarakat mengenai gizi dan pangan masih sangat rendah. Hal ini secara langsung berdampak pada kualitas menu yang disajikan dalam program MBG.
Misalnya, penyeragaman menu tanpa mempertimbangkan kearifan lokal hanya akan membuat masyarakat semakin jauh dari keberagaman pangan yang seharusnya. Jargon swasembada pangan pemerintah menjadi tidak relevan jika masyarakat tidak diberdayakan untuk mengelola sumber daya pangan lokalnya.
Menyeragamkan menu pada program yang seharusnya berbasis pada kebutuhan lokal malah menciptakan masalah baru. Hal ini menunjukkan adanya ketidakselarasan antara kebijakan dan realitas di lapangan.
Struktur Kepemimpinan yang Menghambat Pelaksanaan Program
Masalah lain yang terungkap adalah struktur kepemimpinan pada Badan Gizi Nasional (BGN). Di mana, seharusnya badan ini dikelola oleh pakar gizi dan ahli pangan, tetapi kenyataannya malah didominasi oleh purnawirawan militer.
Dominasi ini berpotensi mengurangi efektivitas pelaksanaan program MBG. Keberadaan para pakar di sektor gizi dan pangan sangat penting untuk menciptakan program yang tepat sasaran dan berkelanjutan.
Ketidakcocokan dalam kepemimpinan ini dapat mengarah pada pengambilan keputusan yang tidak berbasis pada data ilmiah dan pengalaman nyata. Hal ini berimplikasi pada pelaksanaan kebijakan yang tidak optimal.
Partisipasi Arus Utama dalam Pelaksanaan Program Pendidikan
Sekolah seharusnya menjadi ajang yang partisipatif dalam program ini, bukan objek yang hanya dimanfaatkan untuk mencapai target tertentu. Sayangnya, sekolah sering kali diabaikan dalam perencanaan dan pengelolaan program ini.
Ubaid menekankan pentingnya transparansi dalam pelaksanaan program MBG. Ketidaklibatan pihak sekolah dalam perencanaan menunjukkan kurangnya rasa memiliki terhadap program tersebut.
Pelaksanaan program yang terburu-buru demi pencitraan politik justru mengabaikan anak-anak sebagai subjek utama. Anak-anak bukanlah alat untuk mencapai tujuan, melainkan individu yang berhak mendapatkan perlindungan dan pemenuhan gizi yang seimbang.
Memerlukan Reformasi Mendalam untuk Mendukung Anak sebagai Generasi Masa Depan
Program ini harus berfokus pada kualitas, bukan hanya kuantitas. Reformasi mendalam diperlukan untuk memperbaiki pengelolaan dan perencanaan program Makanan Bergizi.
Jika tidak, kita akan mengorbankan generasi masa depan dengan kualitas gizi yang buruk. Perbaikan ini perlu dilakukan secara menyeluruh, melibatkan semua pemangku kepentingan dari pemerintah hingga masyarakat.
Setiap anak harus dianggap sebagai investasi, bukan hanya sebagai statistik dalam laporan. Upaya untuk meningkatkan gizi tidak hanya akan berdampak pada kesehatan fisik anak, tetapi juga kinerja akademik dan produktivitas mereka di masa mendatang.