Dalam sebuah persidangan yang menyentuh hati, Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan (21) menjadi sorotan setelah terlibat dalam kecelakaan tragis yang merenggut nyawa mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Argo Ericko Achfandi. Peristiwa tersebut terjadi di Yogyakarta pada Mei 2025, dan kini Christiano menghadapi konsekuensi hukum yang serius atas tindakan mengemudinya yang keliru.
Pada hari itu, Christiano terlihat berlutut di hadapan ibu Argo, Meiliana, sebagai bentuk permintaan maaf. Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Sleman dibuka dengan penyerahan kesaksian dari saksi-saksi, termasuk Meiliana yang merasa kehilangan mendalam atas putranya.
Dengan penuh emosi, Meiliana menceritakan bagaimana ia menerima berita duka tersebut dan dampak yang ditimbulkan dalam hidupnya setelah kehilangan Argo. Di hadapan hakim dan sidang, Meiliana tegar meski mata penuh air mata, menggambarkan betapa sulitnya hidup tanpa kehadiran suaminya maupun anaknya.
Kronologi kejadian kecelakaan yang memilukan
Kecelakaan tragis ini terjadi di jalan yang biasa dilalui banyak kendaraan, Jalan Palagan Tentara Pelajar. Dalam dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum, terungkap bahwa Christiano mengemudikan mobilnya dengan kecepatan 70 km/jam, melebihi batas yang ditetapkan di kawasan tersebut, yaitu 40 km/jam.
Benturan keras terjadi ketika Christiano mencoba mendahului sepeda motor yang dikendarai Argo. Tanpa disadari, Argo sedang melakukan manuver putar balik, sehingga kecelakaan tak terhindarkan dan menyebabkan Argo terjatuh dan mengalami luka parah.
Jaksa mengungkapkan bahwa Argo mengalami luka-luka serius, termasuk cedera di kepala dan bagian tubuh lainnya, yang akhirnya mengakibatkan kematiannya. Keluarga Argo sangat terpukul, dan kesedihan Meiliana semakin mendalam ketika mengingat saat-saat terakhir bersama putranya.
Reaksi keluarga dan proses hukum yang dihadapi
Dalam sidang tersebut, Meiliana menyatakan bahwa ia telah beberapa kali menolak upaya keluarga Christiano untuk meminta maaf secara langsung. Ia mengungkapkan bahwa saat itu, perasaannya masih sangat sakit dan penuh kesedihan.
Christiano, yang juga merupakan mahasiswa di Universitas Gadjah Mada, dihadapkan pada tuduhan melanggar Undang-Undang Lalu Lintas. Jaksa penuntut menyebutkan bahwa Christiano tidak menggunakan kacamata saat berkendara meskipun memiliki mata silinder, yang tentu berpengaruh pada kemampuan penglihatannya.
Seluruh proses hukum ini diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang tanggung jawab saat di belakang kemudi. Meiliana dan keluarganya sangat berharap agar keadilan ditegakkan, sekaligus mengingatkan masyarakat akan pentingnya keselamatan di jalan raya.
Pentingnya keselamatan dan tanggung jawab berkendara
Kecelakaan yang melibatkan kendaraan bermotor seperti yang dialami Argo mengingatkan kita akan pentingnya keselamatan di jalan. Terutama bagi para pengemudi, kesadaran akan batas kecepatan dan legalitas penggunaan alat bantu seperti kacamata saat berkendara sangatlah penting.
Semua orang perlu memahami bahwa kelalaian sekecil apapun bisa berakibat fatal. Oleh karena itu, edukasi dan pelatihan berkendara yang aman dan bertanggung jawab harus lebih ditekankan agar tidak ada lagi kecelakaan serupa yang terjadi di masa depan.
Kasus ini pun menunjukkan betapa kehilangan akibat kecelakaan lalu lintas dapat mengguncang sebuah keluarga. Di balik setiap angka statistik kecelakaan, terdapat cerita pilu yang mengingatkan kita akan kemanusiaan.