Sebelumnya, KPK mengumumkan penyidikan terkait dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji yang melibatkan Kementerian Agama tahun 2023–2024. Pengumuman ini disampaikan setelah KPK meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Proses penyelidikan ini menunjukkan keseriusan KPK dalam menangani isu-isu korupsi di lingkungan pemerintahan. Dalam konteks ini, KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara yang mungkin ditimbulkan dalam kasus tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, hasil penghitungan awal menunjukkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK juga melangkah lebih jauh dengan mencegah tiga orang, termasuk Yaqut Cholil Qoumas, untuk pergi ke luar negeri sebagai langkah pencegahan.
Langkah Penyidikan KPK dan Temuan Awal Kasus Haji
Pada 18 September 2025, KPK menduga keterlibatan sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji dalam kasus ini. Angka tersebut menggambarkan seberapa besar skala dugaan korupsi yang sedang diselidiki oleh KPK.
Selain KPK, Pansus Angket Haji DPR RI juga terlibat dalam upaya mengungkap kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Pansus ini meneliti berbagai aspek dalam proses pengaturan kuota haji yang diduga tidak transparan.
Salah satu poin penting yang menjadi sorotan pansus adalah pembagian kuota tambahan 20.000 yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Kementerian Agama membagi kuota tersebut menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, yang menimbulkan banyak pertanyaan.
Aplikasi Undang-Undang dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
Pembagian kuota tersebut ternyata tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Undang-undang ini mengatur bahwa alokasi kuota haji khusus seharusnya hanya sebesar delapan persen, sedangkan 92 persen dialokasikan bagi kuota haji reguler.
Hal ini menjadi bahan perdebatan di antara berbagai pihak yang memperhatikan proses penyelenggaraan haji. Banyak yang mempertanyakan bagaimana Kementerian Agama dapat mengabaikan regulasi yang sudah ada dan mengapa alokasinya tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Adanya dugaan pelanggaran ini menunjukkan bahwa tantangan dalam pengelolaan ibadah haji di Indonesia masih sangat besar. Perlunya pembenahan di dalam sistem menjadi lebih mendesak untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Pentingnya Transparansi dalam Penyelenggaraan Haji
Transparansi dalam penyelenggaraan ibadah haji adalah kondisi yang sangat krusial untuk memastikan kepercayaan publik. Dalam hal ini, masyarakat harus merasa yakin bahwa segala sesuatunya dilakukan dengan adil dan tanpa unsur korupsi.
Penanganan kasus ini oleh KPK dan DPR diharapkan dapat menjadi contoh bagi lembaga lainnya untuk lebih berkomitmen dalam transparansi. Dengan pengawasan yang ketat, diharapkan praktik-praktik merugikan negara dapat diminimalisasi.
Keberhasilan penyidikan ini bukan hanya penting untuk penegakan hukum, tetapi juga untuk memberikan pelajaran bagi semua pihak. Dengan adanya sanksi bagi pelanggar, diharapkan dapat terbentuk budaya yang menghargai integritas dan kejujuran.