Kematian Arya Daru Pangayunan, seorang diplomat muda di Kementerian Luar Negeri, menyisakan banyak pertanyaan bagi keluarga dan publik. Pada 30 September, ayah dan istri Arya melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XIII DPR Indonesia untuk meminta kejelasan terkait kematian yang menyedihkan ini.
Subaryono, ayah Arya, bersama menantunya Meta Ayu Puspitantri, mengungkapkan rasa putus asa mereka dalam mencari jawaban. Mereka berharap tangan dingin pemerintah dapat memberikan penjelasan yang sudah lama mereka tunggu.
Dalam pernyataannya di hadapan anggota dewan, Subaryono menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan yang jelas tentang penyebab kematian anaknya. Ia merasa sebagai orang tua yang kehilangan anak, harusnya mendapatkan hak untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Deskripsi Peristiwa Kematian Arya Daru yang Misterius
Kematian Arya Daru terjadi pada 8 Juli 2025 di sebuah guest house di Cikini, Jakarta Pusat. Temuan fatal ini mengundang perhatian banyak pihak, terutama karena kondisi tubuhnya yang ditemukan dengan lakban melilit di kepalanya, memicu spekulasi di kalangan masyarakat.
Penyelidikan awal dari pihak kepolisian menyatakan bahwa Arya meninggal akibat mati lemas dan bukan karena tindakan kriminal. Namun, keluarga Arya merasa ada banyak kejanggalan yang tidak terjawab.
Pengacara keluarga, Nicholay Aprilindo, menambahkan bahwa keterangan polisi sangat membuat keluarga bingung. Mereka tidak dapat menerima begitu saja penjelasan yang menyatakan bahwa tidak ada unsur pidana dalam kematian tersebut.
Permohonan Keluarga kepada DPR untuk Penanganan Kasus
Keluarga Arya menegaskan bahwa mereka menghargai usaha penyidik tetapi merasa bahwa masih ada banyak pertanyaan yang tidak terjawab. Mereka berharap kepada Komisi XIII DPR untuk memberikan perhatian lebih dalam hal ini.
Nicholay juga meminta untuk memasukkan elemen pelanggaran HAM dalam penanganan kasus kematian Arya. Menurutnya, kebebasan berpendapat dan mencari kejelasan seharusnya menjadi hak setiap warga negara.
Rapat yang dihadiri oleh pihak keluarga ini menjadi momen penting untuk memperkuat harapan akan keadilan. Keluarga menginginkan penanganan yang serius dari para wakil rakyatnya.
Serangkaian Teror yang Menghantui Keluarga Korban
Setelah kematian Arya, keluarga mengalami berbagai teror yang mencemaskan. Pada 9 Juli, sehari setelah pemakaman, mereka menerima amplop misterius yang berisi gabus berbentuk bunga dan simbol aneh lainnya.
Teror ini jelas mengganggu ketenangan keluarga yang sedang berduka. Nicholay berusaha menyampaikan bahwa teror semacam ini menambah beban psikologis yang sudah dialami keluarga.
Tanggal 27 Juli, makam Arya juga dirusak, dan kembali ada hal yang aneh pada 16 September ketika kuburan Arya ditaburi bunga merah dengan cara yang mencolok. Kejadian-kejadian ini semakin mempertanyakan keselamatan dan kesehatan mental keluarga.
Kesimpulan: Ungkapan Rindu dan Pencarian Keadilan
Subaryono menyatakan bahwa sebagai orang tua, mereka tidak mengerti harus mencari kejelasan ke mana. Penjelasan yang ada saat ini dirasa tidak menenangkan, malah menambah rasa sakit hati.
Ia berharap agar situasi tidak hanya dianggap sebagai suatu kasus biasa. Keluarga merindukan keadilan untuk anak mereka, dan mereka bertekad untuk terus berjuang hingga mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Keluarga Arya, didampingi pengacara, kini mengusung harapan untuk menggalang opini publik demi mencari kebenaran. Mereka ingin kasus ini tidak terabaikan, tetapi menjadi catatan sejarah bagi penegakan hukum di Indonesia.