Kasus keracunan massal yang menimpa ratusan siswa di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan masyarakat. Insiden yang terjadi pada Jumat, 3 Oktober, ini diduga kuat akibat mengonsumsi makanan bergizi gratis yang disediakan di sekolah.
Para orang tua yang mengalami kejadian ini merasa sangat khawatir dan trauma, karena kesehatan anak-anak mereka terancam oleh insiden tersebut. Banyak dari mereka menyatakan bahwa mereka tidak akan lagi mengizinkan anak-anak mereka mengonsumsi makanan yang dibagikan di sekolah.
Salah satu orang tua, Mardi Tahun, berbagi pengalamannya, mengungkapkan bahwa ia lebih memilih anaknya untuk makan di rumah ketimbang menghadapi risiko keracunan lagi. Kejadian ini menyebabkan dampak psikologis yang mendalam bagi banyak keluarga.
Awal Mula Keracunan dan Reaksi Orang Tua
Kejadian keracunan ini bermula ketika anak-anak menyantap makanan yang dibagikan di sekolah. Mardi Tahun menyatakan bahwa kedua anaknya mengalami gejala keracunan setelah makan siang di sekolah, termasuk sakit perut dan mual.
Dua anak Mardi, yang bersekolah di SD GMIT Soe 2, segera merasakan dampak dari makanan tersebut dan mulai mengeluh sakit setibanya di rumah. Mereka mengaku telah makan mie yang disajikan sebagai soto ayam, tetapi dagingnya mengeluarkan bau tidak sedap.
Kondisi anak-anak yang semakin memburuk mendorong Mardi untuk segera membawa mereka ke rumah sakit. Di rumah sakit, ia menemukan banyak siswa lain yang juga mengalami gejala serupa, menunjukkan bahwa masalah ini jauh lebih luas dari yang dibayangkan.
Jumlah Korban yang Terus Meningkat
Saat berita keracunan merebak, jumlah korban terus meningkat. Hingga sore hari pada tanggal yang sama, total korban tercatat mencapai 331 orang, menunjukkan betapa seriusnya insiden ini.
Para korban dirawat di berbagai lokasi, termasuk RSUD Soe, Tenda Kantor Dinas PRKP TTS, dan SD GMIT Soe 2. Keracunan ini tidak hanya melibatkan siswa SD, tetapi juga anak-anak dari ke tingkat TK, PAUD, dan posyandu.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan memicu tuntutan untuk tindakan yang lebih tegas dari pihak pemerintah. Banyak orang tua mendesak agar program makanan bergizi gratis ini dihentikan.
Imbas Psikologis dan Tindakan Preventif Orang Tua
Trauma yang dialami oleh orang tua dan anak-anak sebagai akibat dari insiden ini sangat besar. Mardi Tahun menegaskan bahwa ia kini melarang anak-anaknya untuk mengonsumsi makanan dari sekolah, memilih lebih aman dengan memberikan mereka makanan dari rumah.
Dari pengalaman ini, banyak orang tua merasa perlu untuk lebih memperhatikan pilihan makanan yang diberikan kepada anak-anak mereka. Mereka berusaha untuk memastikan bahwa anak-anak mereka terhindar dari bahaya yang serupa di masa depan.
Berdasarkan alasan tersebut, Mardi meminta pemerintah untuk lebih fokus pada program pendidikan gratis sebagai prioritas daripada menyediakan makanan yang berisiko bagi kesehatan anak-anak. Ia menekankan bahwa pendidikan merupakan hal yang lebih mendesak dalam pembangunan generasi masa depan.




