Jakarta – Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda sedang menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pekerja Gig di Indonesia. Inisiatif ini penting dilakukan untuk melindungi hak-hak pekerja yang semakin meningkat dalam ekosistem digital.
Huda mengungkapkan bahwa dalam era digitalisasi yang pesat, jumlah pekerja dalam ekonomi gig telah meningkat. Dia menekankan perlunya regulasi untuk memastikan kesejahteraan mereka di tengah ketidakpastian yang ada.
Dalam diskusi mengenai inisiatif ini, Syaiful Huda menjelaskan bahwa draf RUU tersebut dibangun berdasarkan tiga pilar utama. Pertama, perlindungan hak dasar bagi pekerja yang berkontribusi dalam dunia digital.
Selain itu, RUU tersebut juga berupaya memberikan kejelasan mengenai kewajiban bagi aplikasi yang memfasilitasi pekerja gig. Ketiga, fokus utama adalah menjamin keselamatan publik yang terkait dengan aktivitas pekerja tersebut.
Perkembangan Ekonomi Gig di Indonesia dan Dampaknya
Perkembangan ekonomi gig di Indonesia mencerminkan perubahan besar dalam struktur pekerjaan. Banyak orang saat ini bekerja dalam sektor yang sebelumnya tidak terduga, seperti transportasi daring dan layanan berbasis aplikasi.
Dari sektor transportasi, misalnya, telah muncul platform-platform besar yang menghubungkan pengemudi dengan penumpang. Jutaan mitra pengemudi beroperasi dengan menggunakan aplikasi seperti Gojek dan Grab, mengubah cara orang berpergian dan bekerja.
Namun, tidak hanya sektor transportasi saja yang berkembang pesat. Beragam profesi digital lainnya seperti influencer dan konten kreator juga muncul, menunjukkan bahwa dunia kerja mengalami transformasi yang tidak terbendung.
Sayangnya, meskipun jumlah pekerja dalam sektor ini terus meningkat, regulasi yang ada saat ini masih belum mampu mengakomodasi kebutuhan mereka. Ketiadaan payung hukum telah menempatkan banyak pekerja dalam keadaan rentan.
Kebutuhan Hukum untuk Pekerja Gig
Tidak adanya perlindungan hukum yang jelas menyebabkan pekerja gig menghadapi risiko yang signifikannya. Sebagian besar pekerja ini tidak memiliki fasilitas kesehatan, jaminan sosial, atau kepastian hukum dalam hubungan kerja mereka.
Dalam konteks ini, Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini tidak mencakup klasifikasi sebagai pekerja formal. Hal ini menjadi masalah bagi jutaan orang yang bergantung pada pekerjaan ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Penting bagi legislator untuk mempercepat pengesahan RUU ini agar perlindungan hukum bagi pekerja gig dapat segera terwujud. Hal ini juga menjadi langkah fundamental dalam menciptakan iklim kerja yang lebih adil.
Dengan adanya UU tersebut, diharapkan akan ada regulasi yang mampu melindungi hak-hak para pekerja gig. Inisiatif ini bisa menjadi langkah awal untuk mengatur sektor yang selama ini belum mendapatkan perhatian yang cukup.
Implikasi bagi Masa Depan Pekerja Gig dan Perusahaan Aplikasi
Pengesahan RUU Pekerja Gig diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi pekerja dan perusahaan aplikasi. Dengan adanya peraturan yang jelas, pekerja akan melaksanakan tugasnya dengan lebih tenang, sedangkan perusahaan juga bisa beroperasi dengan lebih bertanggung jawab.
Perusahaan yang mempekerjakan pekerja gig harus memahami bahwa adanya tanggung jawab sosial. Mereka tidak hanya memfasilitasi pekerjaan, tetapi juga harus memastikan bahwa hak-hak pekerja dihormati.
Selain itu, regulasi tersebut juga akan berkontribusi pada pengembangan ekosistem yang lebih berkelanjutan. Pekerja yang terlindungi memiliki potensi lebih besar untuk berkarya, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada perekonomian.
Diskusi tentang RUU ini menjadi indikator bahwa pemerintah semakin serius dalam memperhatikan nasib pekerja gig. Langkah-langkah proaktif harus dilakukan agar perlindungan yang diinginkan dapat segera terwujud.




